Benarkah sulit untuk memahami keiinginan bayi? Ternyata tidak juga,kok. Asalkan orang tua mau belajar.
Yang namanya ibu pasti sering kelabakan kalau bayinya menangis. Kalau cepat ketahuan apa penyebabnya, sih, kita bisa langsung menghela nafas lega. Masalahnya kalau bayi menangis terus. Sudah diapa-apakan tetap saja menangis. Digendong salah, diajak main salah, dikasih susu, eh, malah tambah keras tangisannya. Nah, yang begini ini, kan, bikin stres.
Sebenarnya, kita bisa, kok, memahami keinginan bayi. Asalkan kita mau belajar. Seperti dikatakan Dra. Winarini Wilman. D. Mansoer. M.Ed.St.Ph.D(C), hubungan antara orang tua dan bayi adalah melalui proses belajar. "Orang tua harus memperhatikan bagaimana cara si bayi mengkomunikasikan kebutuhannya dan kemudian meresponnya," ujar psikolog yang akrab disapa Wina ini.
Yang namanya belajar, tentunya kita tidak selalu benar. Jadi, respon yang kita berikan kepada si bayi bisa saja keliru karena kita keliru menafsirkan yang ia inginkan. Sehingga kita harus memberikan respon yang lain sampai akhirnya ditemukan respon yang tepat. Dengan kata lain, kita perlu melakukan trial and error untuk bisa memahami keinginan si bayi.
BENTUK KOMUNIKASI
Sebagai patokan, ada beberapa hal yang bisa dipelajari oleh para ibu. Yang pertama ialah cara si bayi mengkomunikasikan kebutuhan atau keinginan maupun perasaannya. Ada 4 bentuk komunikasi pada bayi yaitu menangis, berceloteh, isyarat dan ungkapan emosi.
1. Menangis.
Merujuk pada penelitian, menangis diketahui merupakan cara awal bayi berkomunikasi. Tangisan terbagi dalam 4 jenis, yaitu, tangisan lapar, marah, sakit dan frustrasi. Bayi yang lapar kemungkinan tangisannya teratur atau berirama, tak terlalu keras dan tak meledak-ledak. Berbeda dengan bayi marah, biasanya tangisannya ritmik disertai lengkingan dan meledak-ledak. Tapi kalau tangisan bayi tiba-tiba melengking tanpa ada permulaannya, ini bisa menandakan si bayi merasa kesakitan karena tersengat sesuatu, misalnya. Sedangkan tangisan bayi yang frustrasi adalah berirama tinggi berapa kali, kemudian berhenti, lalu mulai lagi.
2. Berceloteh.
Setelah bayi agak besar, katakanlah 2 atau 3 bulan, dari mulutnya sudah bisa didengar celotehnya. Bentuk celotehnya akan meningkat terus sesuai dengan peningkatan usianya. Usia enam bulan, misalnya, bayi biasanya sudah bisa menggabungkan sebuah huruf hidup tertentu dengan huruf mati seperti "ma-ma", "pa-pa" atau "da-da". "Tapi celoteh bayi ini belum begitu ada maknanya," ujar Wina. Inti dari celotehnya ialah ia ingin mengajak berkomunikasi orang tuanya atau orang-orang yang ada di sekitarnya. Tentunya ia pun ingin mendapatkan respon atas celotehnya tersebut.
3. Isyarat.
Bayi melakukan gerakan-gerakan tertentu untuk menunjukkan apa yang ia inginkan dan tidak. Misalnya, mengulurkan tangan, berarti ia ingin digendong. Bila ia melepaskan mulutnya dari puting susu atau membuang wajah dari puting, berarti ia sudah kenyang.
4. Ungkapan Emosi.
Sejak lahir bayi sudah bisa tersenyum. "Tapi senyum yang tampak pada bayi baru lahir bukanlah senyuman sosial atau bukan senyuman yang disebabkan ada sesuatu dari luar, melainkan lebih berkaitan dengan sistem syarafnya yang belum baik," terang Wina.
Seiring dengan berjalannya waktu, bayi akan mempelajari bahwa senyum merupakan suatu hal yang menyenangkan. "Lama-kelamaan, karena bayi tahu ada orang-orang di sekitarnya yang selalu merespon dan selalu berhubungan dengannya, maka ia belajar bahwa dengan tersenyum ia dapat menimbulkan respon senang dari orang dewasa. Jadi akhirnya ia belajar bahwa senyum itu berkaitan dengan hal-hal positif," lanjut Wina. Biasanya senyum sosial muncul di usia 2-3 bulan.
Begitu juga dengan tertawa. Pada awalnya orang tua akan susah membedakan tertawa senang dengan tertawa sakit. Menurut penelitian ada campuran tertawa dan tangis yang menunjukkan rasa sakit. Dengan kata lain bayi bisa memberikan reaksi yang sama terhadap stimulus yang berbeda. Misalnya, terhadap sesuatu yang menakutkan dengan sesuatu yang menyenangkan kadang-kadang akan keluar tertawa. "Tapi nantinya semakin bayi besar, ia akan tahu bahwa tertawa itu menunjukkan sesuatu hal yang menyenangkan. Biasanya bayi pada usia 4 bulanan sudah tahu kalau dia dikelitik perutnya itu hal yang menyenangkan, makanya ia tertawa," tutur Wina.
SELALU MEMBERI RESPON
Kendati semua yang dipaparkan di atas bisa menjadi "petunjuk" bagi kita untuk memahami bayi, namun Wina mengingatkan agar kita tak terlalu terpaku pada teori tersebut. "Yang namanya teori itu tidak sama dengan praktek. Jadi, tak bersifat mutlak." Misalnya, tak semua tangisan berirama akan mengindikasikan bayi lapar.
Orang tua, lanjut Wina, harus selalu merespon setiap tindakan bayi agar lebih bisa memahami apa sebenarnya yang diinginkan si bayi. Caranya, seperti sudah dikatakan di atas, yaitu dengan trial and error. Misalnya, bayi menangis. Selain memperhatikan jenis tangisannya, kita pun harus mencari tahu apa penyebab ia menangis. Apakah popoknya basah. Kalau tidak, apakah ia lapar? Kalau ternyata ia menolak menyusu, berarti ia masih kenyang. Berarti ia ingin yang lain, mungkin diajak main, digendong, dan sebagainya. Dengan begitu, lama-lama kita pun akan hafal terhadap "kebiasaan" si bayi.
Selain itu, bila kita selalu memberikan respon, lama-lama si bayi pun akan belajar bagaimana cara yang tepat untuk memberi tahu kepada orang tuanya tentang kebutuhannya. Ia pun lama-lama bisa membedakan air muka dan nada suara orang tuanya, apakah sedang marah atau senang. Sehingga ketika suatu kali orang tua berbicara dengan nada "galak" disertai air muka yang "keruh", si bayi akan bereaksi takut yang tampak dari raut wajahnya.
Penelitian menemukan, bayi bahwa bayi yang sering didiamkan atau diabaikan akan memiliki perkembangan emosi yang kurang positif. "Dia akan semakin banyak menangis atau suka mengamuk. Karena dari pengalamannya dia tahu bahwa orang dewasa tak perduli sehingga dia mencoba dengan cara yang lebih keras lagi untuk mendapatkan perhatian," tutur Wina. Jadi Bapak-Ibu, jangan lupa untuk selalu memberi respon terhadap apapun yang dilakukan si kecil.
BEBERAPA UNGKAPAN EMOSI BAYI
Biasanya ditandai dengan menjerit, meronta-ronta, menendangkan kaki, mengibaskan tangan, memukul atau menendang sesuatu yang ada di dekatnya.
* Takut.
Ia akan menangis atau merengek sambil berusaha menjauhkan diri dari sesuatu atau hal yang membuatnya takut.
* Gembira.
Bisa berupa tersenyum atau tertawa diikuti gerakan lengan dan kaki. Bila ia benar-benar merasa senang biasanya gerakan tubuhnya makin intensif sambil disertai teriakan gembira.
* Ingin Tahu.
Biasanya ia akan menegangkan otot muka sambil membuka mulut dan tangannya berusaha menggapai/mengambil barang/mainan baru yang memicu keingintahuannya, lalu memasukkannya ke mulut atau menggoyang-goyangkannya, atau malah melemparnya.
* Rasa Sayang.
Ia akan memeluk, menepuk atau mencium orang atau benda yang dicintainya.
KENALI KARAKTER BAYI
Agar kita dapat lebih memahami bayi, menurut Wina, kita juga perlu mengenali karakter atau temperamen bayi. "Umumnya, pola temperamen bayi dibagi 3, yakni, mudah, sulit, dan di tengah-tengah antara sulit dan mudah."
Bayi yang mudah biasanya gampang beradaptasi dan bila menghadapi orang baru pun tak akan rewel. Pada umumnya bayi mudah akan memiliki keteraturan waktu, misalnya jam makannya teratur begitu juga jam tidurnya. "Tapi kalau si bayi kelewat anteng sampai tak pernah menangis dan rewel, maka orang tua perlu waspada," ujar Wina mengingatkan. Takutnya, si bayi memiliki kelainan. "Bisa saja dia bisu. Karena reaksi suaranya kecil, maka orangtua mengira kalau bayi itu tidak banyak menangis. Jadi bayi tenang jangan selalu diartikan postif."
Kebalikan dari bayi mudah, maka bayi sulit akan sulit pula menerima hal-hal baru, jadwalnya tak teratur dan bila menghadapi orang baru biasanya akan menangis serta menghindar. Bayi sulit pun memiliki kebiasaan menangis marah. Sementara bayi yang dibilang tak sulit tapi juga tak mudah mempunyai karakter di tengah-tengah antara bayi sulit dan mudah. Mereka gampang beradaptasi tapi tak segampang bayi mudah.
Namun demikian, karakter tersebut tak akan menempel selamanya pada bayi. Karena bayi tengah membentuk hubungan dengan orang lain apakah ia bisa percaya atau tidak. Kalau tidak, maka ia tak akan percaya bahwa dunia ini menyenangkan. Padahal rasa percaya itu sangat penting bagi perkembangan bayi selanjutnya. Nah, rasa percaya ini hanya bisa terbentuk apabila orang tua maupun orang-orang di sekitarnya selalu memberikan sikap positif pada bayi.
Sumber : Tabloid Nakita
Sumber : Tabloid Nakita
0 komentar:
Posting Komentar